Ada
seorang pemuda, sebut saja si Fulan. Dulu dia seorang yang rajin beribadah.
Kalau masalah shalat wajib berjama’ah jangan ditanya, dia tidak pernah ketinggalan
mengerjakannya. Shalat malam?! dia pun ahlinya. Baca Al-Qur’an?! sudah
berkali-kali khatam. Puasa senin-kamis?! itu rutinitas mingguannya. Menghadiri
pengajian?! Lha wong ustadznya saja sangat dekat dengan dia karena saking
rajinnya menghadiri pengajian.
Namun
itu cerita dulu. Sekarang si Fulan telah berubah. Alhamdulillah tidak sampai
berubah “180 derajat”. Tapi ibadah-ibadah yang dulu dia geluti sekarang hampir
semuanya dia tinggalkan. Lho kenapa ya?!
Mengenal Penyakit Futur
Mungkin yang sekarang menimpa si Fulan -atau orang yang sejenisnya- adalah rasa futur dalam mengerjakan ibadah. Futur adalah suatu masa dimana seseorang yang tadinya begitu bersemangat tiba-tiba menjadi lemah, seolah semangatnya itu lenyap ditelan waktu.
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam pernah bersabda, “Setiap amal perbuatan itu memiliki puncak semangatnya, dan setiap semangat memiliki rasa futur.” (HR.Ahmad)
Mungkin yang sekarang menimpa si Fulan -atau orang yang sejenisnya- adalah rasa futur dalam mengerjakan ibadah. Futur adalah suatu masa dimana seseorang yang tadinya begitu bersemangat tiba-tiba menjadi lemah, seolah semangatnya itu lenyap ditelan waktu.
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam pernah bersabda, “Setiap amal perbuatan itu memiliki puncak semangatnya, dan setiap semangat memiliki rasa futur.” (HR.Ahmad)
Hindari Sikap Berlebihan
Salah satu hal yang menjadikan ajaran Islam ini sebagai rahmatan lil ‘alamin adalah dilarangnya sikap berlebihan dalam beribadah dan tercelanya perbuatan tersebut.
Salah satu hal yang menjadikan ajaran Islam ini sebagai rahmatan lil ‘alamin adalah dilarangnya sikap berlebihan dalam beribadah dan tercelanya perbuatan tersebut.
Banyak
dalil yang menunjukkan hal ini, diantaranya kisah tiga orang sahabat yang
mendatangi rumah istri-istri Rasulullah demi menanyakan bagaimana beliau
Shalallahu ‘alaihi wa Sallam beribadah. Setelah mereka bertiga diberitahu
tentang hal tersebut mereka merasa minder, lalu berkata, “Kita ini siapa
dibandingkan dengan Rasulullah?! padahal beliau seorang yang telah diampuni
dosa-dosanya baik yang lalu maupun yang akan datang.”
Kemudian salah seorang dari mereka bertiga berkata, “Kalau begitu aku akan shalat malam terus menerus (dan tidak tidur).”
Yang satunya lagi berkata, “Adapun aku, aku akan berpuasa seharian penuh dan tidak berbuka.”
Yang lainnya lagi berkata, “Kalau aku, aku akan memisahkan diri dari wanita dan tidak akan menikah selamanya.”
Kemudian Rasulullah mendatangi mereka seraya bertanya, “Apakah kalian yang tadi berkata demikian dan demikian?!. Adapun aku, demi Allah, sungguh aku adalah orang yang paling takut dan bertakwa kepada Allah di antara kalian. Akan tetapi bersamaan dengan itu, aku berpuasa dan aku pun berbuka. Aku shalat dan aku pun tidur. Aku pun menikah dengan para wanita. Dan siapa saja yang tidak suka dengan sunnahku, maka dia bukan dari golonganku.” (HR. Muslim).
Kemudian salah seorang dari mereka bertiga berkata, “Kalau begitu aku akan shalat malam terus menerus (dan tidak tidur).”
Yang satunya lagi berkata, “Adapun aku, aku akan berpuasa seharian penuh dan tidak berbuka.”
Yang lainnya lagi berkata, “Kalau aku, aku akan memisahkan diri dari wanita dan tidak akan menikah selamanya.”
Kemudian Rasulullah mendatangi mereka seraya bertanya, “Apakah kalian yang tadi berkata demikian dan demikian?!. Adapun aku, demi Allah, sungguh aku adalah orang yang paling takut dan bertakwa kepada Allah di antara kalian. Akan tetapi bersamaan dengan itu, aku berpuasa dan aku pun berbuka. Aku shalat dan aku pun tidur. Aku pun menikah dengan para wanita. Dan siapa saja yang tidak suka dengan sunnahku, maka dia bukan dari golonganku.” (HR. Muslim).
Dalam
hadits lain Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam juga bersabda,
“Sesungguhnya agama itu mudah. Tidak ada seseorang yang berlebih-lebihan dalam
agama kecuali akan terkalahkan.” (HR. Bukhari)
Bahkan
Rasulullah sendiri saja terkadang tidak memperpanjang shalatnya, sebagaimana
yang dituturkan oleh Abu ‘Abdillah Jabir bin Samrah Radhiyallahu ‘anhuma, “Aku
pernah shalat bersama Nabi. Shalat beliau tidak lama, demikian pula dengan
khutbahnya.” (HR. Muslim). Al-Imam An-Nawawi menerangkan bahwa maksudnya adalah
shalatnya tidak terlalu lama dan tidak terlalu sebentar.
Sedikit Asal Rutin, Itu Kuncinya
Untuk ibadah-ibadah yang hukumnya tidak wajib, kita boleh untuk tidak mengerjakannya secara menyeluruh. Bahkan yang terbaik dalam beramal adalah mengerjakan yang kita bisa meskipun tidak banyak asal dengan syarat : RUTIN.
Inilah yang diajarkan oleh Nabi kita Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa Sallam dalam sabdanya, “Amalan yang paling dicintai adalah yang rutin walaupun sedikit.” (Muttafaq ‘alahi)
Untuk ibadah-ibadah yang hukumnya tidak wajib, kita boleh untuk tidak mengerjakannya secara menyeluruh. Bahkan yang terbaik dalam beramal adalah mengerjakan yang kita bisa meskipun tidak banyak asal dengan syarat : RUTIN.
Inilah yang diajarkan oleh Nabi kita Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa Sallam dalam sabdanya, “Amalan yang paling dicintai adalah yang rutin walaupun sedikit.” (Muttafaq ‘alahi)
Rasulullah
juga pernah menasehati ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-’Ash, “Wahai ‘Abdullah,
janganlah kau menjadi seperti orang itu. Dulu ia rajin qiyamul lail, namun
kemudian meninggalkannya.” (Muttafaq ‘alaih)
Harus Sesuai Syari’at
Sebuah pemahaman yang patut dimengerti oleh setiap muslim adalah bahwa amalan itu hanya dapat diterima jika memenuhi 2 syarat utama: (1) ikhlas hanya karena Allah, dan (2) mengikuti apa yang telah disyariatkan dan dicontohkan oleh Rasulullah. Kalau salah satu keduanya tidak ada, maka amalan tersebut tertolak.
Sebuah pemahaman yang patut dimengerti oleh setiap muslim adalah bahwa amalan itu hanya dapat diterima jika memenuhi 2 syarat utama: (1) ikhlas hanya karena Allah, dan (2) mengikuti apa yang telah disyariatkan dan dicontohkan oleh Rasulullah. Kalau salah satu keduanya tidak ada, maka amalan tersebut tertolak.
Sah-sah
saja kita beramal dengan berbagai macam ibadah selagi kita mampu, namun yang
perlu diperhatikan juga ialah amalan-amalan tersebut hendaknya bersumber dari 2
syarat tadi. Jika amalan yang kita kerjakan selama ini ternyata hanya sekedar
‘produk buatan’ manusia saja (tidak sesuai dengan syariat, membuat ibadah
baru), apalagi ditambah dengan ketidak-ikhlasan kita, maka yakinilah bahwa
amalan tersebut pasti tertolak.
Rasulullah
bersabda, “Siapa saja yang membuat-buat ajaran baru yang bukan berasal dari
kami maka ia tertolak.” (HR.Muslim)
Dan masih ingat dengan kisah 3 orang sahabat tadi?! Bukankah amalan-amalan yang mereka lakukan itu semuanya baik bila kita melihatnya dengan sekilas saja (shalat semalam suntuk dengan tidak tidur, puasa seharian penuh dengan tidak berbuka, dan bersikeras untuk tidak menikah) ?! Akan tetapi Rasulullah membencinya disebabkan ketidaksesuaian amalan-amalan tersebut dengan syari’at Islam.
Betapa indahnya perkataan seorang ‘Abdullah bin Mas’ud terkait masalah ini, “Sederhana dalam mengikuti Sunnah itu jauh lebih baik daripada berlebih-lebihan dalam mengerjakan amalan-amalan baru yang tidak pernah dicontohkan Nabi.”
Dan masih ingat dengan kisah 3 orang sahabat tadi?! Bukankah amalan-amalan yang mereka lakukan itu semuanya baik bila kita melihatnya dengan sekilas saja (shalat semalam suntuk dengan tidak tidur, puasa seharian penuh dengan tidak berbuka, dan bersikeras untuk tidak menikah) ?! Akan tetapi Rasulullah membencinya disebabkan ketidaksesuaian amalan-amalan tersebut dengan syari’at Islam.
Betapa indahnya perkataan seorang ‘Abdullah bin Mas’ud terkait masalah ini, “Sederhana dalam mengikuti Sunnah itu jauh lebih baik daripada berlebih-lebihan dalam mengerjakan amalan-amalan baru yang tidak pernah dicontohkan Nabi.”
Jangan Disalahpahami !
Apa yang baru saja kami paparkan bukanlah pembelaan untuk mereka yang bermalas-malasan dalam beribadah dan bukan pula celaan bagi mereka yang berusaha memperbanyak amalan shalih. Jangan sampai ada dari kita yang malah memandang sinis orang-orang yang rajin beribadah seraya mengatakan, “Jadi orang Islam itu ga usah fanatik kayak gitu lah.”
Apa yang baru saja kami paparkan bukanlah pembelaan untuk mereka yang bermalas-malasan dalam beribadah dan bukan pula celaan bagi mereka yang berusaha memperbanyak amalan shalih. Jangan sampai ada dari kita yang malah memandang sinis orang-orang yang rajin beribadah seraya mengatakan, “Jadi orang Islam itu ga usah fanatik kayak gitu lah.”
Tapi
mari kita sama memperbanyak amalan shalih sebagai bekal kita menuju kehidupan
akhirat kelak. Beribadahlah sesuai kesanggupan. Mari sama-sama berangkat ke
masjid selama masih diberi kesanggupan oleh Allah. Yuk sama-sama mengaji agar
kita bisa kenal agama. Ayo shalat malam selagi kita masih sehat wal ‘afiat.
Kalau ada rezeki maka infakkan fi sabilillah, dan tabung untuk bisa berangkat
haji ke tanah suci. Begitu juga dengan ibadah yang lainnya, kerjakan selagi
mampu dan jangan memaksakan diri. Rutinkanlah ibadah tertentu yang patut Anda
banggakan nanti dihadapan Allah. Serta jangan lupa untuk selalu berdoa kepada
Allah agar kita dan saudara-saudara kita tetap diberi ke-istiqomah-an dalam
menjalankan ibadah-ibadah tersebut.
Dan
bagi Anda yang sanggup melakoni segala macam ibadah, bersyukurlah. Karena
sesungguhnya kesanggupan Anda tersebut tidak lain adalah anugerah dari Allah
Ta’ala, bukan semata-mata karena kekuatan fisik Anda.
0 comments:
Post a Comment